KAMPUNGKU
on 26 Februari 2013
Label:
KENANGAN KECIL
Bagi sebagian penduduk Indonesia,Kabupaten Banjarnegara-Jawa Tengah mungkin tidak tahu dimana letak persisnya,karena harus jujur Kabupaten Banjarnegara agak kalah pamor dengan tetangga-tetangga sebelahnya seperti Wonosobo,Purbalingga dan Purwokerto.
Sebagai warga asli yang lahir dan besar di Banjarnegara kadang harus sedih ketika ditanya orang darimana asalnya,ketika menjawab dari Banjarnegara mereka mengerenyitkan dahi,dimana itu Banjarnegara?? Hufftt..kesel banget kalau harus mengatakan Banjarnegara itu terletak di sebelah Barat kabupaten Wonosobo,atau 53 Km timur Purwokerto.
Tapi apapun dan bagaimanapun aku tetap bangga Banjarnegara sebagai tanah kelahiranku,buktinya setiap saat diperantauan,ditengah hiruk pikuk kehidupan di Pulau Dewata kerinduanku untuk pulang dan tinggal di kampung halaman seperti tak tertahankan,kalau saja tidak ingat akan tugas kehidupan dan tanggung jawab kepada keluarga,aku akan lebih memilih untuk menghabiskan waktu,didesaku yang sejuk dan jauh dari kebisingan.
12 Km dari pusat kota Banjarnegara,terletak nama desa tempat aku dilahirkan,namanya desa Wanadadi,ada kebanggaan tersendiri,karena penyanyi legendaris Ebiet G Ade,juga dilahirkan di desa ini.dan kebetulan masih ada hubungan keluarga..he..he. Ngaku-ngaku.
Memang sudah jauh berbeda kehidupan sekarang didesaku,dibanding ketika aku masih kecil dulu,kampung ini sudah mengalami banyak perubahan seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan jaman dan teknologi,ketika aku lahir dulu,desaku belum dialiri listrik,benar-benar masih alami,sepi dan gelap ketika malam tiba.
Penerangan kalau malam hanya mengandalkan lampu petromak atau sentir (lampu teplok),masih ingat kalau menjelang magrib aku punya kewajiban untuk menyalakan lampu petromak,untuk rumah,dan bergiliran dengan teman-teman dikampung menyalakan lampu petromak untuk menerangi langgar (Surau )karena semua anak kampung setelah selesai Sholat magrib harus ngaji di Langgar.
Langgar panggung dibelakang rumahku selalu penuh dengan anak-anak ketika waktu mengaji tiba,kami semua belajar ngaji dan menghapal Juz Amma,Guru ngajiku dulu namanya Pak Abu Salim,Beliau sudah cukup sepuh ketika itu dan punya penyakit batuk,kalau pas ngajar ngaji beliau terbatuk-batuk,pasti beliau akan marah-marah sambil memukul dadanya karena jengkel,menurut beliau diganggu setan..he..he,padahal penyakit.
Setelah Pak Abu Salim meninggal guru ngajiku berganti yaitu kang Kirman dan Kang Rohmat,masih muda,tapi telaten mengajari kami semua menghafal Juz Amma.
Setelah selesai ngaji dan sholat Isya,baru kami pulang kerumah untuk Belajar pelajaran sekolah,jangan bayangkan kami pulang dan nonton TV waktu itu,karena TV satu-satunya yang bisa kami tonton ada di depan kantor Kawedanan ,oh ya dulu di Banjarnegara ada jabatan dinas namanya Wedana,nama wilayahnya Kawedanan atau distrik,yang membawahi beberapa kecamatan,Wedana adalah jabatan pembantu Bupati,tapi sekarang sudah tidak ada lagi.
Kalau kita mau nonton TV ya nunggu di setel dulu sama orang Kawedanan,waktu Ebiet G Ade pertama kali muncul di TV kita semua berkerumun nonton di kawedanan,bayangkan TV hitam putih 14 Inc di tonton orang satu kampung..he..he,Ebietnya sampai tidak kelihatan.
Tapi Alhamdulillah tahun 1979 kalau tidak salah mulai ada listrik masuk kampung kami,meskipun hanya malam hari nyalanya,tapi lumayan sudah banyak membantu ketika harus belajar,tidak perlu muka harus cemang-cemong karena lampu teplok.
Saat itu juga Proyek besar pembangkit listrik PLN mulai dibangun,sungai Serayu yang melintasi Kabupaten Banjarnegara di bendung dan dijadikan pembangkit Listrik terbesar di Asia Tenggara waktu itu,jadilah Bendungan yang kemudian diberi nama Bendungan Panglima Besar Sudirman,Tokoh pahlawan nasional yang lahir di Banyumas.
Bendungan yang menjadi kebanggaan Kabupaten Banjarnegara,meskipun harus banyak kehilangan penduduknya yang kerena proyek ini beberapa desa harus hilang terendam air,dan memaksa penduduknya untuk pergi,ada yang jadi transmigran atau pindah ketempat lain,dengan bekal uang ganti rugi proyek.
Kami sekeluarga termasuk yang beruntung karena tidak ikut terendam,sehingga sampai hari ini keluargaku masih tinggal di tanah kelahiran sendiri.
Sekarang ini desa Wanandadi sudah terang benderang,Listrik ,Telpone sudah masuk ke kampungku,kemajuan teknologi apapun semua masuk juga ke kampungku,apalagi banyak penduduk yang merantau kemana-mana,anak-anaknya juga banyak yang sekolah dan kuliah di kota besar,sekarang kampungku sudah berubah menjadi kota kecil yang dinamis.
Bisnis juga berputar disini,toko-toko modern juga banyak bermunculan disini,kadang tiap kali pulang kekampung halaman,kangen sekali sama suasana kampung yang dulu lagi,suasana yang benar-benar tenang,banyak pohon dan hamparan sawah yang menguning ketika musim panen tiba.tapi yah..inilah waktu,waktu bisa mengubah semuanya,waktu bisa menyulap suasana,meskipun kadang tidak sesuai dengan harapan kita,tapi bagaimanapun inilah kampungku,tumpah darahku,air nya aku minum dan tanahnya aku pijak.sampai kapanpun aku sangat mencintai tanah ini,dan kelak aku akan berbaring tenang di Kuburan desa yang menjadi tempatku bermain ketika kecil
Denpasar 26 Februari 2013
0 komentar:
Posting Komentar