Hafal Al-Quran Syayma bisa kuliah di Fakultas Kedokteran UNS

MERDEKA.COM. Syayma Karimah, alumnus SMA IT Al Kahfi, Cigombong  Bogor, Jawa Barat, merasa bangga dan bersyukur, karena bisa mengenyam pendidikan yang lebih tinggi di Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, melalui jalur berbeda dengan mahasiswa lain.

Putri pasangan Muhammad Supariyono dan Miftahatul Bariyah yang lahir di Bogor, 5 juni 1994 lalu ini, diterima di Fakultas Kedokteran, UNS, tahun 2012 lalu, berkat kelebihannya menghafal Alquran.

Mahasiswi semester dua ini merasa beruntung dan dipermudah masuk UNS karena dirinya mempunyai kelebihan hafidz Alquran 30 juz, dibandingkan siswi lain saat mendaftar kuliah. Syayma menceritakan, dirinya mendapatkan undangan untuk mengikuti ujian masuk UNS, yang salah satu syaratnya adalah hafal Alquran.

"Saat mendaftar saya melampirkan syarat-syarat, seperti surat keterangan hafidz 30 juz,  sertifikat juara II lomba pidato bahasa Arab, ajang remaja berprestasi tingkat Jawa barat dan DKI Jakarta, dan juara V Olimpiada Sains Nasional Cabang Kimia tingkat Kabupaten Bogor," ujar Syayma kepada merdeka.com, Senin (18/3).

Selain syarat tersebut, menurut Syayma, syarat utama untuk masuk Fakultas Kedokteran adalah nilai rapor. Saat seleksi terakhir, lanjut Syayma, nilai rapornya sama dengan peserta seleksi lain. Namun karena dirinya menyertakan surat keterangan hafidz 30 juz Alquran, UNS lebih memilihnya menjadi calon mahasiswa.

"Bangga dan bersyukur rasanya, karena saya yang lebih diprioritaskan untuk diterima, tanpa harus membayar uang pangkal, meskipun nilai rapor kami sama, sama," katanya.

Sementara itu, Rektor UNS Surakarta Ravik Karsidi membenarkan kampusnya memiliki jalur khusus penerimaan bagi calon mahasiswa yang punya keahlian menghafal Alquran, sejak tahun 2011. Salah satu syaratnya harus hafal minimal 20 juz Alquran. Sejak tahun 2012, sudah sudah ada delapan mahasiswa yang diterima di UNS.

"Ini bentuk apresiasi kepada penghafal Alquran. Ada 8 siswa yang kami terima, 2011 ada tiga siswa, 2012 ada lima. Mereka masing-masing di Fakultas Kedokteran, Fakultas Ekonomi, dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik," ujarnya.

Menurut Ravik kedelapan mahasiswa tersebut juga dilibatkan dalam kegiatan keagamaan yang dipusatkan di masjid kampus. Kegiatan tersebut bukan hanya menghafal Alquran, tetapi juga bagaimana mengamalkannya. Sementara bagi mereka yang kurang mampu, UNS akan mengikutsertakannya dalam program Bidik Misi.
Sumber: Merdeka.com

Berkumpul Dan membaca Al-Quran di kuburan


Oleh Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah

Soal: Bagaimana hukumnya orang berkumpul di kuburan dan membaca Al-Qur’an? Apakah si mati memperoleh manfaat dari bacaan tersebut atau tidak?

Jawab:

Perbuatan semacam ini termasuk perbuatan mungkar yang tidak pernah dikenal di masa generasi Islam terdahulu, yaitu berkumpul dan membaca Al-Qur’an di kuburan.

Adapun tentang si mati mendapat manfaat atau tidak, maka kami mengatakan: Kalau yang dimaksud adalah si mati memperoleh manfaat dari mendengarnya maka jelas tidak karena ia telah meninggal. Riwayat dari Nabi menyebutkan bahwa beliau bersabda:

“Apabila manusia telah mati maka amalnya terputus, kecuali tiga hal: Sedekah jariyah (waqaf) atau ilmu yang terus memberi manfaat atau anak shalih yang mendoakan kebaikan dirinya.” (HR. Muslim no. 3084)

Sekalipun si mati mendengar bacaan Al-Qur’an, namun ia tidak mendapat manfaat dalam keadaan sudah mati. Jika ia masih mendapatkan manfaat, berarti amalnya itu tidak terputus, sedangkan dalam hadits ini dengan tegas dinyatakan bahwa orang yang telah mati hanya dapat memperoleh manfaat dari tiga perkara yang ditinggalkannya sebagaimana yang tersebut di atas.

Kalau yang dimaksud adalah si mati mendapat manfaat berupa pahala dari orang yang membacanya jika si pembaca meniatkan memberikan pahalanya kepada si mati, bila hal ini telah dinyatakan sebagai perbuatan bid’ah maka perbuatan bid’ah tidak ada pahalanya. Demikianlah, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Setiap bid’ah itu sesat,” maka yang sesat itu tidak mungkin bisa berubah menjadi benar. Selain itu, pembacaan Al-Qur’an seperti ini biasanya dengan mengupah orang. Mengupah orang untuk melakukan perbuatan ibadah adalah perbuatan batil. Orang yang menerima upah karena melakukan amal shalih, jika diniatkan untuk memperoleh harta dunia, maka amalannya tidak bermanfaat, tidak menjadikan dirinya dekat kepada Allah, dan tidak mendatangkan pahala. Allah berfirman:

“Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang di akhirat tidak memperoleh kecuali neraka; dan di akhirat itu lenyaplah apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Huud: 15-16)

Orang yang membaca Al-Qur’an dengan niat mendapatkan upah duniawi maka amalnya itu tidak diterima, bahkan sia-sia tanpa mendapat pahala. Dengan demikian, si mati tidak mendapat apa-apa dari perbuatan yang dihadiahkan kepadanya karena perbuatan tersebut tidak mendatangkan pahala. Jadi, perbuatan ini menghamburkan harta. Apalagi jika harta yang dipergunakan itu adalah bagian dari peninggalan si mati, padahal ada ahli waris yang masih kecil atau lemah mental yang mempunyai hak atas harta tersebut, maka mengambil harta mereka tanpa hak akan menambah besarnya dosa. Wallaahu al-musta’aanu.

(Majmu’ Fataawa wa Rasaail, juz 2, hlm. 307-308)

Sumber: Fatwa Kontemporer Ulama Besar Tanah Suci, penyusun: Khalid Al-Juraisy, penerjemah: Ustadz Muhammad Thalib, penerbit: Media Hidayah, cet. Pertama Rajab
 
Home | Gallery | Tutorials | Freebies | About Us | Contact Us

Copyright © 2009 PRASASTI |Designed by Templatemo |Converted to blogger by BloggerThemes.Net